“Ini bukan zaman siti Nurbaya “ begitulah para pemuda-pemudi mengibaratkan penolakannya apabila dijodohkan oleh orang tuanya, sebuah ibarat yang disandarkan kepada sebuah kisah yang entah fakta atau hanya sebuah fiksi. Ketika seorang gadis bernama Siti Nurbaya dipaksa oleh ayahnya untuk menikah dengan laki-laki yang tidak disukainya, hanya karena sang ayah terlilit hutang dengan laki-laki tersebut. Dan bukanlah catatan ini untuk mencari tahu tentang cerita tersebut, bukan pula untuk menceritakan versi modern dari kisah tersebut . Akan tetapi catatan ini berkaitan dengan Hukum Syar’I apabila kejadian tersebut benar terjadi pada seorang gadis. Yaitu Hukum anak gadis yang sudah Baligh dinikahkan oleh ayahnya dengan laki-laki tanpa izinnya atau dengan laki-laki yang tidak disukainya . Bagaimana hukumnya ??
Para ulama berbeda pendapat mengenai permasalahan ini, sebagian ulama mengatakan boleh bagi seorang ayah untuk menikahkan anak gadisnya yang sudah baligh tanpa izinnya walaupun dia tidak menyukainya. Mereka Berdalil dengan hadits Ibnu Abbas, Nabi Shalallahu alaihi Wassallam bersabda :
الثيب أحق بنفسها من وليها
“Seorang janda lebih berhak atas dirinya dibanding walinya” (HR. Muslim No. 1421)
Filed under: Fiqih Dasar | Tagged: artikel nikah, hukum dipaksa nikah, hukum kawin gantung, hukum kawin paksa, hukum menikah dipaksa, Hukum Menikahkan Seorang Gadis Tanpa Izinnya, hukum nikah dipaksa, hukum perawan nikah, hukum perjodohan, hukum tidak mengenal calon suami, hukum tidak menyukai suami, hukum wali, kawin kontrak, kawin mut'ah, kitab nikah, menikahkan diri sendiri, nikah janda, perwalian dalm nikah, siapakah wali, syarat akad nikah, syarat wali, wali hakim, wali nikah | 2 Comments »